Minggu, 19 November 2017

Pengertian Bhinneka Tunggal Ika



BHINNEKA TUNGGAL IKA

Nama               : Rizki Agung
Universitas      : Gunadarma
Dosen              : Ahmad Nasher SI.Kom, MM

Secara etimologi atau asal-usul bahasa, kata-kata Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa Kuno yang jika dipisahkan menjadi Bhinneka = beragam atau beraneka, Tunggal = satu, dan Ika = itu. Artinya, secara harfiah, jika diartikan menjadi beraneka satu itu. Maknanya, dapat dikatakan bahwa beraneka ragam tetapi masih satu jua. Semoboyan ini diambil dari kitab atau kakawin Sutasoma karangan Empu Tantular, yang hidup pada masa Kerajaan majapahit sekitar abad ke-14 M.
Hal ini menunjukkan persatuan dan kesatuan yang terjadi diwilayah Indonesia, dengan keberagaman penduduk Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku, bahasa daerah, ras, agama,  dan kepercayaan, lantas tidak membuat Indonesia menjadi terpecah-belah. Melalui semboyan ini, Indonesia dapat dipersatukan dan semua keberagaman tersebut menjadi satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

SEJARAH BHINNEKA TUNGGAL IKA

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika merupakan sebuah kutipan yang diambil dari Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular yang ditulis atau dikarang pada tahun ke-14 Masehi atau lebih tepatnya pada zaman Kerajaan Majapahit yang notabene menganut kepercayaan Hindu. Empu Tantular merupakan seorang penganut Budha pada masa Majapahit, namun itu tidak membuat hidupnya menjadi tidak aman atau tidak tentram. Sebaliknya, Empu Tantular menjalani kehidupan yang aman dan tentram di bawah kepercayaan Hindu yang dianut oleh kerajaan. Dalam kitab tersebut, Empu Tantular menulis “Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa” (Bahwa agama Buddha dan Siwa (Hindu) merupakan zat yang berbeda, tetapi nilai-nilai kebenaran Jina(Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belah, tetapi satu jua, artinya tak ada dharma yang mendua).

Bhinneka Tunggal Ika mulai menjadi bahan diskusi saat dimulainya proses persiapan kemerdekaan Indonesia. Saat itu, Ir.Soekarno bersama dengan Muhammad Yamin, dan I Gusti Bagus Sugriwa membuat diskusi kelompok kecil di sela-sela sidang BPUPKI perihal mempersiapkan kesiapan-kesiapan untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.

Setelah beberapa tahun kemudian, ketika para tokoh bangsa yang telah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia berembuk untuk merancang lambang Negara, maka timbullah ide untuk memasukkan semoyan Bhinneka Tunggal Ika ke dalam lambang tersebut. Maka jadilah, pada lambing burung garuda, pada kaki burung tersebut, terdapat tulisan Bhinneka Tunggal Ika.

Secara resmi, lambang burung Garuda beserta tulisan Bhinneka Tunggal Ika tersebut digunakan pada saat Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat yang dipimpin oleh wakil presiden saat itu, yaitu Mohd.Hatta pada tanggal 11 Februari 1950. Lambang ini disahkan berdasarkan usulan dari Sultan Hamid 2 dan Muh.Yamin. sebenarnya, banyak sekali yang mengusulkan rancangan lambang dari tokoh-tokoh saat itu, tetapi yang terpilih ialah rancangan yang dibuat oleh Sultan Hamid beserta Muh.Yamin.

Sebenarnya, semboyan Bhinneka Tunggal Ika lebih bermanifestasi kepada keadaan kepercayaan atau agama pada masa itu. Empu Tantular dalam kitabnya, menceritakan kata-kata itu untuk menggambarkan keadaan damai yang dirasakan walaupun terdapat perbedaan kepercayaan. Namun, oleh para tokoh bangsa, semboyan ini diberikan penafsiran baru untuk memenuhi permintaan kondisi akan zaman tersebut. Indonesia yang beraneka ragam tetapi bersatu padu, dianggap sesuai dengan makna semboyan tersebut.

Para Founding Fathers yang kebanyakan beragama Islam pada saat itu, terlihat sangat toleran terhadap usulan semboyan yang diusulkan oleh Muh.Yamin. watak inilah yang menjadi cerminan rakyat Indonesia yang sangat toleran terhadap keanekaragaman yang ada. Rakyat Indonesia telah mengenal aneka ragam suku bangsa, ras, kepercayaan jauh sebelum agama-agama dating dan masuk ke Indonesia.

FUNGSI BHINNEKA TUNGGAL IKA

Bangsa Indonesai telah lama hidup di dalam keaneka ragaman, tetapi hal ini tidak pernah menampilkan perseteruan antar rakyat Indonesia. Keberagaman yang ada digunakan untuk membentuk suatu Negara yang besar. Keberagaman yang terjadi baik itu di dalam segi kepercayaan, warna kulit, suku bangsa, agama, bahasa, menjadikan Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang besar dan berdaulat. Sejarah mencatat bahwasanya semua anak bangsa yang tergabung dalam berbagai macam suku turut serta memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan mengambil peran masing-masing.

Para tokoh bangsa yang bergerak dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia telah menyadari tantangan yang harus dihadapi oleh karena kemajemukan yang ada di dalam bangsa ini. Keberagaman menjadi sebuah realitas yang tidak dapat dihindari di dalam negeri ini. Pemikiran dan tindakan yang diperbuat tidak lain dan tidak bukan hanya untuk menunjukkan pada dunia bahwa cita-cita bangsa akan terwujud dengan keanekaragaman itu. Ke-bhinneka-an merupakan sebuah hakikat realitas yang telah ada dalam bangsa Indonesia, sedangkan ke-Tunggal-Ika-an merupakan sebuah cita-cita kebangsaan. Wahana inilah yang menjadi jembatan emas penghubung menuju pembentukan Negara berdaulat serta menunjukkan kebesarannya di mata dunia.

Konsep Bhinneka Tunggal Ika merupakan sebuah semboyan yang dijadikan dasar Negara Indonesia. Oleh karena itu, Bhinneka Tunggal Ika patut dijadikan sebagai landasan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan di dalam bangsa Indonesia. Kita sebagai generasi selanjutnya yang bisa menikmati kemerdekaan dengan mudah, haruslah bersungguh-sungguh dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kita bisa saling menghargai dengan masyarakat tanpa saling memikirkan percampuran suku bangsa, ras, agama, bahasa, dan keaneka ragaman lainnya. Tanpa adanya kesadaran di dalam diri rakyat Indonesia, maka pantaslah Indonesia akan hancur dan terpecah belah.

PRINSIP BHINNEKA TUNGGAL IKA

1. Common Denominator

Di Indonesia, berbagai macam keaneka ragaman yang ada tidaklah membuat bangsa ini menjadi pecah. Terdapat 5 agama yang ada di Indonesia, dan hal tersebut tidak membuat agama-agama tersebut untuk saling mencela. Maka sesuai prinsip pertama dari Bhinneka Tunggal Ika, maka perbedaan-perbedaan di dalam agama tersebut haruslah dicari common denominatornya, atau dengan kata lain kita haruslah mencari persamaan dalam perbedaan itu, sehingga semua rakyat yang hidup di Indonesia bisa hidup di dalam keanekaragaman dan kedamaian dengan adanya kesamaan di dalam perbedaan tersebut.
Begitu juga halnya dengan dengan aspek lain yang memiliki perbedaan di Indonesia, seperti adat dan kebudayaan yang terdapat di setiap daerah. Semua macam adat dan budaya itu tetap diakui konsistensinya sebagai adat dan budaya yang sah di Indonesia, namun segala macam perbedaan tersebut tetap bersatu di dalam bingkai Negara kesatuan republik Indonesia.

2. Tidak Bersifat Sektarian dan Enklusif

Makna yang terkandung di dalam prinsip ini yaitu semua rakyat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan menganggap bahwa dirinya atau kelompoknya adalah yang paling benar, paling hebat, atau paling diakui oleh yang lain. Pandangan-pandangan sectarian dan enklusif haruslah dihilangkan pada segenap tumpah darah Indonesia, karena ketika sifat sectarian dan enklusif sudah terbentuk, maka akan banyak konflik yang terjadi dikarenakan kecemburuan, kecurigaan, sikap yang berlebihan, dan kurang memperhitungkan keberadaan kelompok atau pribadi lain.

Bhinneka Tunggal Ika bersifat inklusif, dengan kata lain segala kelompok yang ada haruslah saling memupuk rasa persaudaraan, kelompok mayoritas tidak memperlakukan kelompok minoritas ke dalam posisi terbawah, tetapi haruslah hidup berdampingan satu sama lain. Kelompok mayoritas juga tidak harus memaksakan kehendaknya kepada kelompok lain.

3. Tidak Bersifat Formalistis

Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis, yang hanya menunjukkan perilaku semu dan kaku. Tetapi, Bhinneka Tunggal Ika bersifat universal dan menyeluruh. Hal ini dliandasi oleh adanya rasa cinta mencintai, rasa hormat menghormati, saling percaya mempercayai, dan saling rukun antar sesame. Karena dengan cara inilah, keanekaragaman dapat disatukan dalam bingkai ke-Indonesiaan.

4. Bersifat Konvergen

Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen dan tidak divergen. Segala macam keaneka ragaman yang ada jika terjadi masalah, bukan untuk dibesar-besarkan, tetapi haruslah dicari satu titik temu yang dapat membuat segala macam kepentingan menjadi satu. Hal ini dapat dicapai jika terdapatnya sikap toleran, saling percaya, rukun, non sectarian, dan inklusif.

Kesimpulan :
Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa Kuno yang jika dipisahkan menjadi Bhinneka = beragam atau beraneka, Tunggal = satu, dan Ika = itu. Secara harfiah, jika diartikan menjadi beraneka satu itu, maknanya dapat dikatakan bahwa beraneka ragam tetapi masih satu jua. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika merupakan sebuah kutipan yang diambil dari Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular yang ditulis atau dikarang pada tahun ke-14 Masehi atau lebih tepatnya pada zaman Kerajaan Majapahit. Bhinneka Tunggal Ika mulai menjadi bahan diskusi saat dimulainya proses persiapan kemerdekaan Indonesia. Fungsi dari adanya Bhinneka Tunggal Ika adalah agar kita bisa saling menghargai dengan masyarakat tanpa saling memikirkan percampuran suku bangsa, ras, agama, bahasa, dan keaneka ragaman lainnya. Tanpa adanya kesadaran di dalam diri rakyat Indonesia, maka pantaslah Indonesia akan hancur dan terpecah belah.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar